Smile of God

Sabtu, 22 Juni 2013

Perkembangan Kepribadian Anak Berkebutuhan Khusus



BAB I
PENDAHULUAN


1.        Latar Belakang
Psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi individu, baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan perilaku J.P. Chaplin, (1979) psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik setiap fase-fase perkembangan. Dalam penulisan makalah ini untuk mengetahui karakteristik perkembangan fase remaja, hal-hal apa saja yang mempengaruhi psikologi perkembangan pada fase remaja.
Dewasa ini psikologi sangat dibutuhkan dalam setiap manusia khususnya bagi seorang remaja maupun pada orang dewasa. Oleh karena itu khususnya bagi psikolog haruslah tau apa arti dari perkembangan dan kepribadian itu, agar dalam memberikan solusi kepada klien bisa menempatkan pada sasaran yang sesuai, karena dalam perkembangan dan kepribadian pada setiap manusia merupakan bantuan untuk memberikan kepada siswa dalam menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan yang lebih baik. Pemberian bantuan ini dapat dilakukan dengan melalui berbagai cara, salah satu bahan yang bisa dipakai, misalnya diberikan kesempatan untuk membaca dan menelaah sebuah buku tentang sopan santun, cara belajar efektif, tata tertib dan sebagainya.
Psikologi juga memiliki sebutan yang beragam dan terus berkembang dari waktu ke waktu. Psikologi ini tujuannya agar para siswa dapat mewujudkan diri sebagai pribadi yang mandiri, bertanggungjawab, pelajar kreatif, dan pekerja produktif dan dapat menerapkan perkembangan yang terjadi pada kepribadian seseorang.
Oleh karena itu agar lebih jelas tentang memahami perkembangan dan kepribadian pada seseorang, maka kami akan mengulas lebih lanjut tentang perkembangan dan kepribadian pada seseorang tersebut.

 2.        Ruang Lingkup Pembahasan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka ruang lingkup pembahasannya sebagai berikut :
A.    Apa arti dari psikologi perkembangan?
B.     Apa arti dari psikologi kepribadian?
C.     Tahapan-tahapan perkembangan kepribadian
D.    Perkembangan kepribadian pada ABK

3.        Tujuan
A.    Untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus
B.     Untuk mengetahui apa arti dari psikologi perkembangan.
C.     Untuk mengetahui apa arti dari psikologi kepribadian.
D.    Untuk mengetahui tahapan-tahapan perkembangan kepribadian
E.     Untuk mengetahui perkembangan kepribadian pada ABK

4.        Manfaat
Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah:
A.    Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang psikologi perkembangan kepribadian
B.     Mahasiswa dapat mengetahui apa saja yang dimaksud sesuai dengan tema yang dibahas.



 

BAB II
PEMBAHASAN


1.             Perkembangan
Obyek psikologi perkembangan adalah perkembangan manusia sebagai pribadi. Para ahli psikologi juga tertarik akan masalah seberapa jauhkah perkembangan manusia tadi dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat (Van den Berg, 1986; Muchow, 1962) namun perhatian psikologi perkembangan yang utama tertuju pada perkembangan manusianya sebagai person, dan masyarakat merupakan tempat berkembangnya person tadi.
Pengertian perkembangan menunjuk pada suatu proses kearah yang lebih baik atau sempurna dan tidak begitu saja dapat di ulang lagi. Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat di putar kembali (Werner, 1969).
Perkembangan juga berkaitan daengan belajar khususnya mengenai isi proses perkembangan, apa yang berkembang berkaitan dengan perilaku belajar. Dengan demikian perkembangan dapat diartikan sebagai proses yang kekal dan tetap yang menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan, pemasakan dan belajar. Suatu definisi yang relevan yang dikemukakan oleh Monks sebagai berikut : “Perkembangan psikologis merupakan suatu proses yang dinamis”. Dalam proses tersebut sifat individu dan sifat lingkungan menentukan tingkah laku apa yang akan menjadi actual dan terwujud.
Perkembangan merupakan pola perkembangan individu yang berawal pada konsepsi dan terus berlanjut sepanjang hayat dan bersifat involusi ( Santrok Yussen. 1992). Dengan demikian perkembangan berlangsung dari proses terbentuknya individu dari proses bertemunya sperma dengan sel telur dan berlangsung sampai ahir hayat yang bersifaf timbulnya adanya perubahan dalam diri individu.
Perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman dan terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif ( E.B. Harlock ). Dimaksudkan bahwa perkembangan merupakan proses perubahan individu yang terjadi dari kematangan (kemampuan seseorang sesuai usia normal) dan pengalaman yang merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sekitar yang menyebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif ( dapat diukur) yang menyebabkan perubahan pada diri individu tersebut.
Perkembangan mengandung makna adanya pemunculan sifat-sifat yang baru, yang berbeda dari sebelumnya ( Kasiram, 1983 : 23), menandung arti bahwa perkembangan merupakan peubahan sifat indiviu menuju kesempurnaan yang merupakan penyempurnaan dari sifat-sifat sebelumnya.
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian perkembangan yaitu merupakan perubahan individu kearah yang lebih sempurna yang terjadi dari proses terbentuknya individu sampai ahir hayat dan berlangsung secara terus menerus. Sebagai contoh anak yang baru berusia 5 bulan hanya dapat tengkurab kemudian setelah kira-kira 7 bulan sudah bisa berdiri tapi dengan bantuan orang lain, kemudian pada umur 9 bulan baru dapat berdiri sendiri dan mulai berjalan sedikit demi sedikit. Setelah berumur 10 bulan baru dapat berjalan dengan lancar, setelah itu dia dapat berlari-lari. Maka proses perubahan tersebut dinamakan dengan perkembangan.

2.             Kepribadian
a)             Pengertian Kepribadian
Kata “kepribadian” (Personality) sesungguhnya berasal dari kata latin yaitu persona. Pada mulanya, kata persona ini menunjukkan pada topeng yang biasa digunakan oleh pemain sandiwara di zaman Romawi dalam memainkan peranan-peranannya. Pada saat itu, setiap pemain memainkan peranannya masing-masing sesuai dengan topeng yang dikenakannya. Lambat laun, kata (Personality) berubah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran social tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok atau masyarakatnya, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku sesuai dengan social (peran) yang diterimanya (Koswara, 1991:10).
Dalam penelitian kepribadian, terdapat berbagai istilah, seperti motif, sifat, dan temperamen, yang menunjuk kekhasan permanent pada perseorangan (Berry, et al., 1999 :141). Pengertian atau definisi mengenai kepribadian yang bias dikemukakan sedemikian banyaknya, lebih dari enam dasawarsa lalu, Allport (1971) dalam bukunya Personality mendaftarkan tidak kurang dari lima puluh definisi yang berbeda dan sejak itu jumlahnya kian bertambah banyak. Allport mendefinisikan kepribadian sebagai berikut :
“Personality is the dynamic organization whitin the individual of those psychophysical system that determine his unique adjustments to his environment” (Artinya : Kepribadian adalah organisasi-organisasi dinamis dari system-sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.)
Dengan demikian berdasarkan devinisi diatas kepribadian memiliki beberapa unsur, yakni sebagai berikut :
1.        Kepribadian itu merupakan organisasi yang dinamis. Dengan kata lain ia tidak statis, tetapi senantiasa berubah setiap saat.
2.        Organisasi tersebut terdapat dari dalam individu, jadi tidak meliputi hal-hal yang berbeda di luar diri individu.
3.        Organisasi itu berdiri atas system psikis, yang menurut Allport meliputi antara lain sifat dan bakat serta system fisik (Anggote dan organ-organ) yang saling terkait.
4.        Organisasi itu menentukan corak penyesuaian diri yang unik dari tiap individu terhadap lingkungan.
Definisi deterministic mengenggap kepribadian sebagai keadaan internal individu sebagai organisasi proses dan struktur dalam diri seseorang. Kepribadian adalah apa yang menentukan perilaku dalam situasi yang ditetapkan dan dalam kesadaran jiwa yang ditetapkan (Cattel, 1965 : 27). Seperti yang dikemukakan Allport Kepribadian terletak dibalik tindakan tertentu dan dalam individu dan system yang menyusun kepribadian dalam segala hal adalah kecenderungen yang menentukan (Allport, 1971). Jika didefinisikan seperti itu, kepribadian adalah :
1.        Seperangkat kecenderungan kecondongan internal yang terorganisasi untuk berperilaku dengan cara tertentu.
2.        Keberadaan tersendiri yang disimpulkan dari perilaku, bukan yang langsung dapat diamati.
3.        Agar stabil dan konsistem dalam perjalanan waktu dan dipicu oleh rangsangan yang fungsinya sepadan.
4.        Kekuatan yang menjadi penengah diantara penghargaan seseorang kepada dunia dan kegiatan dalam suatu situasi.
5.        Membantu individu dalam menyaring realitas, mengungkapkan perasaan, dan mengidentifikasikan diri kepada orang lain.

Para Psikolog dan filsuf nampaknya mulai sepakat bahwa manifestasi kepribadian dapat dilihat dari :
1.        Kenyataan yang bersifat biologis (Umwelt).
2.        Kenyataanpsikologis (Eigenwelt).
3.        Kenyataan social (Mitwelt).
Ketiga pernyataan ini menggejala menjadi satu kesatuan yang disebut dengan kepribadian. Pandangan seperti diatas tidak jauh berbeda dengan yang pernah dinyatakan oleh seorang psikolog termuka Gordon W. Allport (1897-1967) : “Kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistim-sistim psikofisik dalam diri individu yang menentukan penyesusiannya yang unik terhadap lingkungan”.
Kata dinamis menunjukkan bahwa kepribadian dapat berubah ubah, dan antar berbagai komponen kepribadian (yaitu sistim-sistim psikofisik) terdapat hubungan yang erat. Hubungan-hubungan itu terorganisir sedemikian rupa sehingga secara bersama-sama mempengaruhi pola-pola perilakunya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Definisi psikologis dari kepribadian.
Kepribadian itu merupakan sistim dari semua tingkah laku seseorang yang unik, terintegrasikan dan yang terorganisasikan. Sistim tingkah laku ini merupakan respon-respon yang komplek seperti cara seseorang melihat dunia, tujuan-tujuannya dan interesse-interessenya, apa yang ia sukai dan tak sukai, kemampuannya untuk berbuat sesuatu, cara-cara ia memecahkan persoalan-persoalan tertentu, bagaimana pandangannya terhadap seseorang dan apa yang ia inginkan dari kehidupannya. Semua tingkah lakuknya, termasuk pola-pola tingkah laku yang langsung atau tidak dapat dilihat meliputi sistim tingkahlaku yang terorganisasikan, inilah yamg disebut dengan kepribadian.
Tiap aspek dari kepribadian ini bukanlah merupakan suatu elemen yang dapat dijumlahkan atau dikurangkan dari individu itu secara sederhana. Ada tiga masalah penting yang perlu diperhatikan dalam perkembangan kepribadian seseorang :
1.        Perkembangan itu relative cukup stabil, terutama yang menyangkut pola-pola penyesuaian social.
2.        Bagaimana pandangan pribadi yang berkembang itu tentang diri pribadinya sendiri, karena di dalam konsep-konsep, yang dipelajarinya terdapat konsep tentang dirinya sebagai pribadi, bagaimana konsep itu telah terbentuk, bagaimana konsep itu mempengaruhi perubahan perilaku dan interaksi social.
3.        Bagaimana bentuk proses sosialisasi yang mempengaruhi kelestarian dan kesetabilan perkembangan kepribadian yang bersangkutan.

b.        Tipe-tipe kepribadian
Pada dasarnya setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda satu sama lain. Penelitian memgenai kepribadian manusia sudah dilakukan para ahli sejak dulu kala. Kita mengenal Hippocrates dan Galenus (400 SM dan 175 M) yang mengemukakan bahwa manusia dapat dibagi menjadi empat golongan menurut keadaan zat cair yang ada di dalam tubuhnya.
1.        Melanzholicus (melankolisi) yaitu orang-orang yang banyak empedu hitamnya. Sehingga orang-orang dengan tipe ini selalu bersikap murung atau muram psimistis, dan selalu menaruh rasa curiga.
2.        Sangunicus (Sanguinisi) yakni orang-orang yang banyak darahnya. Sehingga tipe orang-orang ini selalu menunjukkan wajah yang berseri-seri, periang atau selalu gembira dan bersikap optimistis.
3.        Flegmuticus (Flegmatisi) yaitu orang yang banyak lendirnya. Prang ini sifatnya lamban dan pemalas, wajahnya selalu pucat, pesimis, pembawaannya tenang, pendiriannya tidak mudah berubah.
4.        Cholercus (kolerisi) yakni yang banyak empedu kunimgnya. Orang tipe ini bertubuh besar dan kuat, namun penaik darah dan sukar mengendalikan diri, sifatnya garang dan agresif. Eduard Spranger, ahli ilmu jiwa dari Jerman, mencoba mengadakan penyelidikan kepribadian manusia dengan cara lain. Ia mengadakan penggolongan tipe manusiaberdasarkan sikap manusia itu terhadap nilai kebudayaan yang hidup di dalam masyarakat. Nilai kebudayaan itu di baginya menjadi enam golongan, yaitu : politik, ekonomi, social, seni, agama, dan teori.

Berdasarkan hal tersebut, ia membagi kepribadian manusia menjadi enam golongan.
1)        Manusia politik. Yakni, orang bertipe politik ini memiliki sifat suka menguasai orang lain.
2)        Manusia ekonomi. Yakni, suka bekerja dan mencari untung merupakan sifat-sifat yang paling dominan pada tipe oang ini.
3)        Manusia social. Yakni, orang bertipe social memiliki sifat-sifat suka mengabdi dan berkorban untuk orang lain.
4)        Manusia seni. Yakni, jiwa orang yang bertipe ini selalui dipengarruhi oleh nilai-nilai keindahan.
5)        Manusia agama. Yakni, bagi mereka yang lebih penting dalam hidup ialah mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa.
6)        Manusia teori. Yakni, sifat-sifat manusia ini antara lain suka berfikir, berfilsafat, dan mangabdi pada imu.

c.              Faktor yang membentuk kepribadian
Faktor lain yang besar pengaruhnya terhadap kepribadian adalah hasil hubungan kita dengan lingkungan, atau pengalaman, para ahli membedakan dua macam pengalaman yang mempengaruhi kepribadian manusia, yaitu :
1.        Pengalaman Umum, yaitu pengalaman yang dihayati oleh hampir semua anggota masyarakat atau bahkan oleh semua manusia. Pengalaman ini manjadi bagian diri seseorang yang sama dengan banyal orang lain di sekitarnya.
2.        Pengalaman Unik, Setiap orang mempunyai pengalaman-pengalaman yang hanya pernah dialami oleh dirinya sendiri.karena sejak lahir seseorang anak sudah membawa cirri-ciri tertentu serta kecenderungan-kecenderungan tertentu, maka reksinya terhadap lingkungan terhadapnya bersifat khas. Pengalaman unik ini menentukan bagian darinya yang bersifat khas, unik, dan tak ada duanya.


d.             Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang.
Pribadi manusia itu dapat berubah, itu berarti bahwa pribadi manusia itu mudah atau dapat di pengaruhi oleh sesuatu. Karena itu ada usaha mandidik pribadi, membentuk pribadi, membentuk watak, atau mendidik watak anak. Yang artinya adalah nerusaha untuk memperbaiki kehidupan anak yang nampak kurang baik, sehingga menjadi baik. Misalnya, anak malas, dapat berubah menjadi rajin, dll.

3.             Tahapan-tahapan perkembangan kepribadian
Meskipun kepribadian seseorang itu relatif konstan, namun dalam kenyataannya sering ditemukan bahwa perubahan kepribadian dapat dan mungkin terjadi, terutama dipengaruhi oleh faktor lingkungan dari pada faktor fisik. Erikson dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 2005 mengemukakan tahapan perkembangan kepribadian dengan kecenderungan yang bipolar:
1.        Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.
2.        Masa kanak-kanak awal (early childhood ditandai adanya kecenderungan autonomyshame, doubt. Pada masa ini sampai-batas-batas tertentu anak sudahbisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak laindia ga telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
3.        Masa pra sekolah(Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
4.        Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
5.        Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan–kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.
6.        Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacyisolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa iniikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
7.        Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativitystagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai hal – hal tertentu ia mengalami hambatan.
8.        Masa hari tua (Senescence)ditandai adanya kecenderungan ego integritydespair. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya.

4.             Perkembangan Kepribadian pada Anak Berkebutuhan Khusus
a.              Perkembangan kepribadian anak tunanetra
Bagaimana perkembangan kepribadian anak tunanetra masih sering diperdebatkan. Namun sebagian besar peneliti sepakat bahwa akibat dari ketunanetraan mempunyai pengaruh yang cukup berarti bagi perkembangan kepribadian anak. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbedaan sifat kepribadian antara anak tunanetra dengan anak awas. Ada kecenderungan anak tunanetra relatif lebih banyak yang mengalami gangguan kepribadian dicirikan dengan introversi, neurotik, frustrasi, dan rigiditas (kekakuan) mental. Namun demikian, di sisi lain terdapat pula hasil-hasil penelitian yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti dalam hal penyesuaian diri antara anak yang tunanetra dengat anak awas. Dalam hal tes kepribadian ditemukan pula bahwa tes-tes kepribadian yang sudah standar pun tidak secara khusus diperuntukkan bagi tunanetra. Situasi kehidupan yang berbeda antara anak tunanetra dengan anak awas seringkali menimbulkan tafsiran yang berbeda pula terhadap sesuatu hal yang diajukan.
Mengenai peran konsep diri dalam penyesuaian terhadap lingkungannya. Davis (Kirtley, 1975) menyatakan bahwa dalam proses perkembangan awal, diferensiasi konsep diri merupakan sesuatu yang sangat sulit untuk dicapai. Untuk memasuki lingkungan baru, seorang anak tunanetra harus dibantu oleh ibu atau orang tuanya melalui proses komunikasi verbal, memberikan semangat, dan memberikan gambaran lingkungan tersebut sejelas-jelasnya seperti anak tunanetra mengenal tubuhnya sendiri.
Hasil penelitian lain juga menunjukkan anak-anak tunanetra yang tergolong setengah melihat memiliki kesulitan yang lebih besar dalam menemukan konsep diri dibanding anak yang buta total. Kesulitan tersebut terjadi karena mereka sering mengalami konflik identitas di mana suatu saat ia oleh lingkungannya disebut anak awas tetapi pada saat yang lain disebut sebagai anak buta atau tunanetra.
Bahkan seringkali ditemukan anak-anak tunanetra golongan ini mengalami krisis identitas yang berkepanjangan. Konsep diri adalah salah satu determinan dari perilaku pribadi, dengan demikian ketidakpastian konsep diri anak tunanetra akan memunculkan masalah-masalah penyesuaian seperti dalam masa!ah seksual, hubungan pribadi, mobilitas, dan kebebasan. Ada kecenderungan pula bahwa anak-anak tunanetra setelah lahir akan lebih sulit menyesuaikan diri dibandingkan dengan tunanetra sejak lahir.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Blank (1957) tentang pengaruh faktor ketidaksadaran terhadap perilaku anak tunanetra pada akhirnya berkesimpulan bahwa dalam pandangan psikoanalisis, keberadaan mata memiliki signifikansi dengan organ seksual dan kebutaan dengan pengkebirian (castration). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa masalah-masalah emosional dan tingkah laku yang dihadapi anak tunanetra terjadi karena sebab-sebab yang sama dengan yang terjadi pada anak normal seperti gangguan relasi antara orang tua dengan anak pada masa kanak-kanak, gangguan organis dalam sistem syaraf pusat, faktor konstitusi tubuh, serta faktor-faktor ekonomis, pendidikan, medis, dan tenaga profesional lain yang diperlukan anak tunanetra dan keluarganya.
Bagi anak tunanetra, reaksi terhadap kebutaan juga diperlukan dalam pembentukan pola-pola tingkah laku selanjutnya. Bila kebutaan tersebut terjadi pada saat ego mulai berkembang, maka pengalaman traumatik tidak akan dapat dihindarinya. Anak akan mengalami shock dan kemudian depresi karena pada saat itu dalam diri anak mulai muncul kesadaran akan dirinya secara luas.
Berdasarkan pengamatan sehari-hari diketahui bahwa anak tuna juga sering menunjukkan karakteristik perilaku tersendiri yang berbeda dengan orang normal. Perilaku khusus tersebut muncul sebagai kompensasi dari ketunanetraannya. Menurut Adler, seseorang berkembang karena perasaan rendah diri (inferior) dan perasaan inilah yang mendorong seseorang bertingkahlaku mencapai rasa superior, sehingga perkembangan itu terjadi. Kompensisi ada'ah salah satu cara untuk mencapai rasa superior tersebut. Perila-.-perilaku khas dan sifatnya kompensatoris pada anak tunanetra yang sering dijumpai terutama pada usia dewasa diantaranya ialah pertahanan diri yang kuat. Anak tunanetra cenderung bertahan dengan ide atau pendapat yang belum tentu benar menurut penilaian umum. Di samping itu, Sukini Pradopo (1976) mengemukakan gambaran sifat anak tunanetra diantaranya adalah ragu-ragu, rendah diri, dan curiga paa orang lain. Sedangkan Sommer menyatakan bahwa anak tunanetra cenderung memiliki sifat-sifat yang berlebihan, menghindari kontak sosial, mempertahankan diri dan menyalahkan orang lain, serta tidak mengakui kecacatannya.
b.             Perkembangan kepribadian anak tunarungu
Kepribadian pada dasarnya merupakan keseluruhan sifat dan sikap pada seseorang yang menentukan cara-cara yang unik dalam penyesuaiannya dengan lingkungan. Oleh karena itu banyak ahli berpendapat perlu diperhatikannya masalah penyesuaian seseorang agar kita mengetahui bagaimana kepribadiannya. Demikian pula anak tunarungu, untuk mengetahui keadaan kepribadiannya, perlu kita perhatikan bagaimana penyesuaian diri mereka.
Perkembangan kepribadian banyak ditentukan oleh hubungan antara anak dan orang tua terutama ibunya. Lebih-lebih pada masa awal perkembangannya. Perkembangan kepribadian terjadi dalam pergaulan atau perluasan pengalaman pada umumnya dan diarahkan pada faktor anak sendiri. Pertemuan antara faktor-faktor dalam diri anak tunarungu, yaitu ketidakmampuan menerima rangsang pendengaran, kemiskinan berbahasa, ketidaktetapan emosi, dan keterbatasan inteligensi dihubungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya menghambat perkembangan kepribadiannya.

c.              Perkembangan kepribadian anak tunagrahita
Perkembangan dorongan (drive) dan emosi berkaitan dengan derajat ketunagrahitaan seorang anak. Anak tunagrahita berat tidak dapat menunjukan dorongan pemeliharaan dirinya sendiri. Mereka tidak bisa menunjukkam rasa lapar atau haus dan tidak dapat menghindari bahaya. Pada anak tunagrahita sedang, dorongan berkembang lebih baik tetapi kehidupan emosinya terbatas pada emosi-emosi yang sederhana.
Pada anak terbelakang ringan, kehidupan emosinya tidak jauh berbeda dengan anak normal, akan tetapi tidak sekaya anak normal. Anak tunagrahita dapat memperlihatkan kesedihan tetapi sukar untuk menggambarkan suasana terharu. Mereka bisa mengekspresikan kegembiraan tetapi sulit mengungkapkan kekaguman.
Kanak-kanak dan penyesuaian sosial merupakan proses yang saling berkaitan. Kepribadian sosial mencerminkan cara orang tersebut berinteraksi dengan lingkungan. Sebaliknya, pengalaman-pengalaman penyesuaian diri sangat besar pengaruhnya terhadap kepribadian.
Dalam kepribadian tercakup susunan fisik, karakter emosi, serta karakteristik sosial seseorang. Di dalamnya juga tercakup cara-cara memberikan respon terhadap rangsangan yang datangnya dari dalam maupun bri luar, baik rangsangan fisik maupun rangsangan sosial. Apakah anak tunagrahita memiliki karakteristik khusus dalam kepribadiannya ?
Dari penelitian yang dilakukan oleh Mc Iver dengan menggunakan Children’sdren's Personality Questionare ternyata anak-anak tunagrahita mempunyai beberapa kekurangan. Anak tunagrahita pria memiliki kekurangan berupa tidak matangnya emosi, depresi, bersikap dingin, menyendiri, tidak dapat dipercaya, impulsif, lancang, dan merusak. Anak tunagrahita wanita mudah dipengaruhi, kurang tabah, ceroboh, kurang dapat menahan diri, dan cenderung melanggar ketentuan. Dalam hal lain, anak tunagrahita sama aengan anak normal. Kekurangan-kekurangan dalam kepribadian akan berakibat pada proses penyesuaian diri.
Penyesuaian diri merupakan proses psikologis yang terjadi ketika kita menghadapi berbagai situasi. Seperti anak normal, anak tunagrahita akan menghayati suatu emosi, jika kebutuhannya terhalangi. Emosi-emosi yang positif adalah cinta, girang, dan simpatik. Emosi-emosi ini tampak pada anak tunagrahita yang masih muda terhadap peristiwa-peristiwa yang bersifat kongkret. Jika lingkungan bersifat positif terhadapnya maka mereka akan lebih mampu menunjukkan emosi-emosi yang positif itu. Emosi-emosi yang negatif adalah perasaan takut, giris, marah, dan benci. Anak terbelakang yang masih muda akan merasa takut terhadap hal-hal yang berkenaan dengan hubungan sosial. Dalam tingkah laku sosial, tercakup hal-hal seperti keterikatan dan ketergantungan, hubungan kesebayaan, self concept, dan tingkah laku moral.
Yang dimaksud dengan tingkah laku keterikatan dan ketergantungan adalah kontak anak dengan orang dewasa (orang lain). Masalah keterikatan anak dan ketergantungan anak terbelakang telah diteliti oleh Zigler (1961) dan Steneman (1962,1969). Seperti halnya anak normal, anak tunagrahita yang masih muda mula-mula memiliki tingkah laku keterikatan kepada orang tua dan orang dewasa lainnya. Dengan bertambahnya umur, keterikatan dialihkan kepada teman sebaya. Ketika anak merasa takut, giris, tegang, dan kehilangan orang yang menjadi tempat bergantung, kecenderungan ketergantungannya bertambah. Berbeda dengan anak normal, anak tunagrahita lebih banyak bergantung pada orang lain, dan kurang terpengaruh oleh bantuan sosial.
Dalam hubungan kesebayaan, seperti halnya anak kecil, anak tunagrahita menolak anak yang lain. Tetapi setelah bertambah umur mereka mengadakan kontak dan melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat Kerja sama. Berbeda dengan anak normal, anak tunagrahita jarang diterima, sering ditolak oleh kelompok, serta jarang menyadari posisi diri dalam keiompok.

d.             Perkembangan kepribadian anak tunadaksa
Masalah-masalah kepribadian yang mendasar pada anak-anak tunadaksa sebenarnya sama dengan anak-anak yang mempunyai keadaan fisik yang normal. Namun demikian ketunadaksaan merupakan suatu variabel psikologis yang berarti.
Pada anak-anak tunadaksa nampak bahwa dalam hubungan sosial mereka berusaha untuk meyakinkan konsep diri dalam arti fisiknya dan juga berusaha untuk meyakinkan konsep diri yang disadarinya
Semua aspek pertumbuhan dan perkembangan satu sama lain saling berhubungan dan memiliki ketergantungan satu sama lain. Aspek fisik merupakan salah satu dari berbagai aspek tersebut. Keadaan sosial anak tunadaksa akan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian individu secara keseluruhan. Kondisi tunadaksa secara berkesinambungan mengubah dan memodifikasi beberapa atau bahkan mungkin semua dimensi perkembangan dalam berbagai taraf. Dengan demikian dapat dijelaskan rangkaian reaksi yang dimulai dengan kerusakan fungsi motorik akan diikuti dengan menurunnya perkembangan kognitif serta timbulnya tekanan emosional yang mengakibatkan kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

e.              Perkembangan kepribadian anak tunalaras
Kepribadian merupakan suatu struktur yang unik, tidak ada dua individu yang memiliki kepribadian yang sama. Para ahli mendefinisikan kepribadian sebagai suatu organisasi yang dinamis pada sistem psikofisis individu yang turut menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kepribadian akan mewarnai peranan dan kedudukan seseorang dalam berbagai kelompok dan akan mempengaruhi kesadaran sebagai bagian dari kepribadian akan dirinya. Dengan demikian kepribadian dapat menjadi sebab seseorang berperilaku menyimpang. Manifestasi kepribadian yang teramati tampak dalam interaksi individu dengan lingkungannya, dan pada dasarnya interaksi ini sebagai upaya atau bentuk pemenuhan kebutuhan.
Tingkah laku yang ditampilkan seseorang ini erat sekali kaitannya dengan upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejak lahir setiap individu sudah dibekali dengan berbagai kebutuhan dasar yang menuntut pemenuhan kebutuhan, dan untuk itu setiap individu senantiasa berusaha memenuhinya yang diwujudkan dalam berbagai lingkungannya. Konflik psikis dapat terjadi apabila terjadi benturan antara usaha pemenuhan kebutuhan dengan norma sosial. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan konflik, dapat menjadikan stabilitas emosi terganggu. Selanjutnya mendorong terjadinya perilaku menyimpang dan dapat menimbulkan frustrasi pada diri individu. Keadaan seperti ini yang berkepanjangan dan tidak terselesaikan dapat menimbulkan gangguan.



 

BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan dan kepribadian adalah sebagai berikut :
1.    Pengertian Perkembangan :
Pengertian perkembangan menunjuk pada suatu proses kearah yang lebih baik atau sempurna dan tidak begitu saja dapat di ulang lagi. Perkembangan menunjuk ada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat di putar kembali.
2.    Pengertian Kepribadian :
Kepribadian adalah organisasi-organisasi dinamis dari system-sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik dalam menyesuaikandiri dengan lingkungannya.
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang dilingkungannya. Faktor lingkungan keluarga merupakan faktor yang paling mempengaruhi perkembangan sosial anak, semakin bagus tata cara keluarga, maka perkembangan sosial anak juga semakin bagus.
Perkembangan sosial juga sangat mempengaruhi kepribadian anak, anak yang mempunyai daya intelegensi yang tinggi, perkembangan sosial yang baik pada umumnya memiliki kepribadian yang baik.
B.                Saran
Adapun beberapa saran yang dapat kami sampaikan yaitu :
1.         Berikanlah bimbingan juga pengarahan tambahan atau lebih kepada siswa bila diperlukan untuk mencapai perkembangan yang maksimal.
2.         Lakukanlah secara continue / berkesinambungan untuk mengetahui keadaan kepribadian siswa.
3.         Lakukanlah beberapa teknik tes atau non-tes yang bisa memecahkan masalah yang dihadapi siswa.




DAFTAR PUSTAKA

Somantri, T. Sutjihati. (2006). Psikologi Anak Luar Bisasa. Bandung: Refika Aditama.


0 komentar:

Posting Komentar