BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Psikologi
perkembangan merupakan cabang dari psikologi individu, baik sebelum maupun
setelah kelahiran berikut kematangan perilaku J.P. Chaplin, (1979) psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik setiap fase-fase
perkembangan. Dalam penulisan makalah ini untuk mengetahui karakteristik
perkembangan fase remaja, hal-hal apa saja yang mempengaruhi psikologi
perkembangan pada fase remaja.
Dewasa ini
psikologi sangat dibutuhkan dalam setiap manusia khususnya bagi seorang remaja
maupun pada orang dewasa. Oleh karena itu khususnya bagi psikolog haruslah tau
apa arti dari perkembangan dan kepribadian itu, agar dalam memberikan solusi
kepada klien bisa menempatkan pada sasaran yang sesuai, karena dalam perkembangan
dan kepribadian pada setiap manusia merupakan bantuan untuk memberikan kepada
siswa dalam menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan
yang lebih baik. Pemberian bantuan ini dapat dilakukan dengan melalui berbagai
cara, salah satu bahan yang bisa dipakai, misalnya diberikan kesempatan untuk
membaca dan menelaah sebuah buku tentang sopan santun, cara belajar efektif,
tata tertib dan sebagainya.
Psikologi juga
memiliki sebutan yang beragam dan terus berkembang dari waktu ke waktu.
Psikologi ini tujuannya agar para siswa dapat mewujudkan diri sebagai pribadi
yang mandiri, bertanggungjawab, pelajar kreatif, dan pekerja produktif dan
dapat menerapkan perkembangan yang terjadi pada kepribadian seseorang.
Oleh karena itu
agar lebih jelas tentang memahami perkembangan dan kepribadian pada seseorang,
maka kami akan mengulas lebih lanjut tentang perkembangan dan kepribadian pada
seseorang tersebut.
2.
Ruang
Lingkup Pembahasan
Berdasarkan
uraian latar belakang diatas, maka ruang lingkup pembahasannya sebagai berikut
:
A.
Apa arti dari psikologi perkembangan?
B.
Apa arti dari psikologi kepribadian?
C.
Tahapan-tahapan perkembangan kepribadian
D.
Perkembangan kepribadian pada ABK
3.
Tujuan
A.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus
B.
Untuk mengetahui apa arti dari psikologi
perkembangan.
C.
Untuk mengetahui apa arti dari psikologi
kepribadian.
D.
Untuk mengetahui tahapan-tahapan
perkembangan kepribadian
E.
Untuk mengetahui perkembangan
kepribadian pada ABK
4.
Manfaat
Manfaat
yang didapat dari makalah ini adalah:
A. Mahasiswa
dapat menambah pengetahuan tentang psikologi perkembangan kepribadian
B. Mahasiswa
dapat mengetahui apa saja yang dimaksud sesuai dengan tema yang dibahas.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Perkembangan
Obyek psikologi perkembangan adalah perkembangan
manusia sebagai pribadi. Para ahli psikologi juga tertarik akan masalah
seberapa jauhkah perkembangan manusia tadi dipengaruhi oleh perkembangan
masyarakat (Van den Berg, 1986; Muchow, 1962) namun perhatian psikologi
perkembangan yang utama tertuju pada perkembangan manusianya sebagai person, dan masyarakat merupakan tempat
berkembangnya person tadi.
Pengertian perkembangan menunjuk pada suatu proses
kearah yang lebih baik atau sempurna dan tidak begitu saja dapat di ulang lagi.
Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat di
putar kembali (Werner, 1969).
Perkembangan juga berkaitan daengan belajar
khususnya mengenai isi proses perkembangan, apa yang berkembang berkaitan
dengan perilaku belajar. Dengan demikian perkembangan dapat diartikan sebagai
proses yang kekal dan tetap yang menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat
integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan, pemasakan dan belajar.
Suatu definisi yang relevan yang dikemukakan oleh Monks sebagai berikut :
“Perkembangan psikologis merupakan suatu proses yang dinamis”. Dalam proses
tersebut sifat individu dan sifat lingkungan menentukan tingkah laku apa yang
akan menjadi actual dan terwujud.
Perkembangan merupakan pola perkembangan individu
yang berawal pada konsepsi dan terus berlanjut sepanjang hayat dan bersifat
involusi ( Santrok Yussen. 1992). Dengan demikian perkembangan berlangsung dari
proses terbentuknya individu dari proses bertemunya sperma dengan sel telur dan
berlangsung sampai ahir hayat yang bersifaf timbulnya adanya perubahan dalam
diri individu.
Perkembangan merupakan serangkaian perubahan
progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman dan
terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif (
E.B. Harlock ). Dimaksudkan bahwa perkembangan merupakan proses perubahan
individu yang terjadi dari kematangan (kemampuan seseorang sesuai usia normal)
dan pengalaman yang merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan
sekitar yang menyebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif ( dapat diukur)
yang menyebabkan perubahan pada diri individu tersebut.
Perkembangan mengandung makna adanya pemunculan
sifat-sifat yang baru, yang berbeda dari sebelumnya ( Kasiram, 1983 : 23),
menandung arti bahwa perkembangan merupakan peubahan sifat indiviu menuju
kesempurnaan yang merupakan penyempurnaan dari sifat-sifat sebelumnya.
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa pengertian perkembangan yaitu merupakan perubahan individu kearah yang
lebih sempurna yang terjadi dari proses terbentuknya individu sampai ahir hayat
dan berlangsung secara terus menerus. Sebagai contoh anak yang baru berusia 5
bulan hanya dapat tengkurab kemudian setelah kira-kira 7 bulan sudah bisa
berdiri tapi dengan bantuan orang lain, kemudian pada umur 9 bulan baru dapat
berdiri sendiri dan mulai berjalan sedikit demi sedikit. Setelah berumur 10
bulan baru dapat berjalan dengan lancar, setelah itu dia dapat berlari-lari. Maka
proses perubahan tersebut dinamakan dengan perkembangan.
2.
Kepribadian
a)
Pengertian Kepribadian
Kata
“kepribadian” (Personality) sesungguhnya berasal dari kata latin yaitu persona.
Pada mulanya, kata persona ini menunjukkan pada topeng yang biasa digunakan
oleh pemain sandiwara di zaman Romawi dalam memainkan peranan-peranannya. Pada
saat itu, setiap pemain memainkan peranannya masing-masing sesuai dengan topeng
yang dikenakannya. Lambat laun, kata (Personality) berubah menjadi satu istilah
yang mengacu pada gambaran social tertentu yang diterima oleh individu dari
kelompok atau masyarakatnya, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah
laku sesuai dengan social (peran) yang diterimanya (Koswara, 1991:10).
Dalam
penelitian kepribadian, terdapat berbagai istilah, seperti motif, sifat, dan
temperamen, yang menunjuk kekhasan permanent pada perseorangan (Berry, et al.,
1999 :141). Pengertian atau definisi mengenai kepribadian yang bias dikemukakan
sedemikian banyaknya, lebih dari enam dasawarsa lalu, Allport (1971) dalam
bukunya Personality mendaftarkan tidak kurang dari lima puluh definisi yang
berbeda dan sejak itu jumlahnya kian bertambah banyak. Allport mendefinisikan
kepribadian sebagai berikut :
“Personality
is the dynamic organization whitin the individual of those psychophysical
system that determine his unique adjustments to his environment” (Artinya :
Kepribadian adalah organisasi-organisasi dinamis dari system-sistem psikofisik
dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungannya.)
Dengan demikian berdasarkan devinisi diatas kepribadian memiliki beberapa unsur, yakni sebagai berikut :
Dengan demikian berdasarkan devinisi diatas kepribadian memiliki beberapa unsur, yakni sebagai berikut :
1.
Kepribadian itu merupakan organisasi
yang dinamis. Dengan kata lain ia tidak statis, tetapi senantiasa berubah
setiap saat.
2.
Organisasi tersebut terdapat dari dalam
individu, jadi tidak meliputi hal-hal yang berbeda di luar diri individu.
3.
Organisasi itu berdiri atas system
psikis, yang menurut Allport meliputi antara lain sifat dan bakat serta system
fisik (Anggote dan organ-organ) yang saling terkait.
4.
Organisasi itu menentukan corak
penyesuaian diri yang unik dari tiap individu terhadap lingkungan.
Definisi
deterministic mengenggap kepribadian sebagai keadaan internal individu sebagai
organisasi proses dan struktur dalam diri seseorang. Kepribadian adalah apa
yang menentukan perilaku dalam situasi yang ditetapkan dan dalam kesadaran jiwa
yang ditetapkan (Cattel, 1965 : 27). Seperti yang dikemukakan Allport
Kepribadian terletak dibalik tindakan tertentu dan dalam individu dan system yang
menyusun kepribadian dalam segala hal adalah kecenderungen yang menentukan
(Allport, 1971). Jika didefinisikan seperti itu, kepribadian adalah :
1.
Seperangkat kecenderungan kecondongan
internal yang terorganisasi untuk berperilaku dengan cara tertentu.
2.
Keberadaan tersendiri yang disimpulkan
dari perilaku, bukan yang langsung dapat diamati.
3.
Agar stabil dan konsistem dalam
perjalanan waktu dan dipicu oleh rangsangan yang fungsinya sepadan.
4.
Kekuatan yang menjadi penengah diantara
penghargaan seseorang kepada dunia dan kegiatan dalam suatu situasi.
5.
Membantu individu dalam menyaring
realitas, mengungkapkan perasaan, dan mengidentifikasikan diri kepada orang
lain.
Para Psikolog dan filsuf nampaknya
mulai sepakat bahwa manifestasi kepribadian dapat dilihat dari :
1.
Kenyataan yang bersifat biologis
(Umwelt).
2.
Kenyataanpsikologis (Eigenwelt).
3.
Kenyataan social (Mitwelt).
Ketiga
pernyataan ini menggejala menjadi satu kesatuan yang disebut dengan
kepribadian. Pandangan seperti diatas tidak jauh berbeda dengan yang pernah
dinyatakan oleh seorang psikolog termuka Gordon W. Allport (1897-1967) :
“Kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistim-sistim psikofisik dalam diri
individu yang menentukan penyesusiannya yang unik terhadap lingkungan”.
Kata dinamis
menunjukkan bahwa kepribadian dapat berubah ubah, dan antar berbagai komponen
kepribadian (yaitu sistim-sistim psikofisik) terdapat hubungan yang erat.
Hubungan-hubungan itu terorganisir sedemikian rupa sehingga secara bersama-sama
mempengaruhi pola-pola perilakunya dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Definisi psikologis dari kepribadian.
Definisi psikologis dari kepribadian.
Kepribadian itu
merupakan sistim dari semua tingkah laku seseorang yang unik, terintegrasikan
dan yang terorganisasikan. Sistim tingkah laku ini merupakan respon-respon yang
komplek seperti cara seseorang melihat dunia, tujuan-tujuannya dan
interesse-interessenya, apa yang ia sukai dan tak sukai, kemampuannya untuk
berbuat sesuatu, cara-cara ia memecahkan persoalan-persoalan tertentu,
bagaimana pandangannya terhadap seseorang dan apa yang ia inginkan dari
kehidupannya. Semua tingkah lakuknya, termasuk pola-pola tingkah laku yang
langsung atau tidak dapat dilihat meliputi sistim tingkahlaku yang
terorganisasikan, inilah yamg disebut dengan kepribadian.
Tiap aspek dari
kepribadian ini bukanlah merupakan suatu elemen yang dapat dijumlahkan atau
dikurangkan dari individu itu secara sederhana. Ada tiga masalah penting yang
perlu diperhatikan dalam perkembangan kepribadian seseorang :
1.
Perkembangan itu relative cukup stabil,
terutama yang menyangkut pola-pola penyesuaian social.
2.
Bagaimana pandangan pribadi yang
berkembang itu tentang diri pribadinya sendiri, karena di dalam konsep-konsep,
yang dipelajarinya terdapat konsep tentang dirinya sebagai pribadi, bagaimana
konsep itu telah terbentuk, bagaimana konsep itu mempengaruhi perubahan
perilaku dan interaksi social.
3.
Bagaimana bentuk proses sosialisasi yang
mempengaruhi kelestarian dan kesetabilan perkembangan kepribadian yang
bersangkutan.
b.
Tipe-tipe kepribadian
Pada dasarnya
setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda satu sama lain. Penelitian
memgenai kepribadian manusia sudah dilakukan para ahli sejak dulu kala. Kita
mengenal Hippocrates dan Galenus (400 SM dan 175 M) yang mengemukakan bahwa
manusia dapat dibagi menjadi empat golongan menurut keadaan zat cair yang ada
di dalam tubuhnya.
1.
Melanzholicus (melankolisi) yaitu
orang-orang yang banyak empedu hitamnya. Sehingga orang-orang dengan tipe ini
selalu bersikap murung atau muram psimistis, dan selalu menaruh rasa curiga.
2.
Sangunicus (Sanguinisi) yakni
orang-orang yang banyak darahnya. Sehingga tipe orang-orang ini selalu
menunjukkan wajah yang berseri-seri, periang atau selalu gembira dan bersikap
optimistis.
3.
Flegmuticus (Flegmatisi) yaitu orang
yang banyak lendirnya. Prang ini sifatnya lamban dan pemalas, wajahnya selalu
pucat, pesimis, pembawaannya tenang, pendiriannya tidak mudah berubah.
4.
Cholercus (kolerisi) yakni yang banyak
empedu kunimgnya. Orang tipe ini bertubuh besar dan kuat, namun penaik darah
dan sukar mengendalikan diri, sifatnya garang dan agresif. Eduard Spranger,
ahli ilmu jiwa dari Jerman, mencoba mengadakan penyelidikan kepribadian manusia
dengan cara lain. Ia mengadakan penggolongan tipe manusiaberdasarkan sikap
manusia itu terhadap nilai kebudayaan yang hidup di dalam masyarakat. Nilai
kebudayaan itu di baginya menjadi enam golongan, yaitu : politik, ekonomi, social,
seni, agama, dan teori.
Berdasarkan hal tersebut, ia membagi kepribadian
manusia menjadi enam golongan.
1)
Manusia politik. Yakni, orang bertipe
politik ini memiliki sifat suka menguasai orang lain.
2)
Manusia ekonomi. Yakni, suka bekerja dan
mencari untung merupakan sifat-sifat yang paling dominan pada tipe oang ini.
3)
Manusia social. Yakni, orang bertipe
social memiliki sifat-sifat suka mengabdi dan berkorban untuk orang lain.
4)
Manusia seni. Yakni, jiwa orang yang
bertipe ini selalui dipengarruhi oleh nilai-nilai keindahan.
5)
Manusia agama. Yakni, bagi mereka yang
lebih penting dalam hidup ialah mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa.
6)
Manusia teori. Yakni, sifat-sifat
manusia ini antara lain suka berfikir, berfilsafat, dan mangabdi pada imu.
c.
Faktor yang membentuk kepribadian
Faktor lain yang
besar pengaruhnya terhadap kepribadian adalah hasil hubungan kita dengan
lingkungan, atau pengalaman, para ahli membedakan dua macam pengalaman yang
mempengaruhi kepribadian manusia, yaitu :
1.
Pengalaman Umum, yaitu pengalaman yang
dihayati oleh hampir semua anggota masyarakat atau bahkan oleh semua manusia.
Pengalaman ini manjadi bagian diri seseorang yang sama dengan banyal orang lain
di sekitarnya.
2.
Pengalaman Unik, Setiap orang mempunyai
pengalaman-pengalaman yang hanya pernah dialami oleh dirinya sendiri.karena
sejak lahir seseorang anak sudah membawa cirri-ciri tertentu serta
kecenderungan-kecenderungan tertentu, maka reksinya terhadap lingkungan
terhadapnya bersifat khas. Pengalaman unik ini menentukan bagian darinya yang
bersifat khas, unik, dan tak ada duanya.
d.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kepribadian seseorang.
Pribadi manusia
itu dapat berubah, itu berarti bahwa pribadi manusia itu mudah atau dapat di
pengaruhi oleh sesuatu. Karena itu ada usaha mandidik pribadi, membentuk
pribadi, membentuk watak, atau mendidik watak anak. Yang artinya adalah
nerusaha untuk memperbaiki kehidupan anak yang nampak kurang baik, sehingga
menjadi baik. Misalnya, anak malas, dapat berubah menjadi rajin, dll.
3.
Tahapan-tahapan
perkembangan kepribadian
Meskipun kepribadian seseorang itu
relatif konstan, namun dalam kenyataannya sering ditemukan bahwa perubahan
kepribadian dapat dan mungkin terjadi, terutama dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dari pada faktor fisik. Erikson dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 2005
mengemukakan tahapan perkembangan kepribadian dengan kecenderungan yang
bipolar:
1.
Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan
trust – mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai
atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai
orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya.
Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang
tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing
tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan
sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.
2.
Masa kanak-kanak awal (early childhood ditandai
adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa
ini sampai-batas-batas tertentu anak sudahbisa berdiri sendiri, dalam arti
duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh
orang tuanya, tetapi di pihak laindia ga telah mulai memiliki rasa malu dan
keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan
dari orang tuanya.
3.
Masa pra sekolah(Preschool Age) ditandai adanya
kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki
beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan
beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas
adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan
dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau
berinisatif atau berbuat.
4.
Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya
kecenderungan industry–inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan
tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada
di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya
sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan
dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan
kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah
diri.
5.
Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya
kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah
kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan–kecakapan yang
dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri,
ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan
identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan
berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai
penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di
satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar
terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan
pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang
diberikan kepada masing-masing anggota.
6.
Masa Dewasa Awal (Young adulthood)
ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation. Kalau pada
masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya,
namun pada masa iniikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai
selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu
yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang
intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang
lainnya.
7.
Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya
kecenderungan generativity – stagnation. Sesuai dengan namanya masa
dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala
kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga
perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu
sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan
kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk
mengerjakan atau mencapai hal – hal tertentu ia mengalami hambatan.
8.
Masa hari tua (Senescence)ditandai adanya
kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu
telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan
didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu
pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki
beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia,
hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini
individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan
kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga
keputusasaan acapkali menghantuinya.
4.
Perkembangan
Kepribadian pada Anak Berkebutuhan Khusus
a.
Perkembangan
kepribadian anak tunanetra
Bagaimana perkembangan
kepribadian anak tunanetra masih sering diperdebatkan. Namun sebagian besar
peneliti sepakat bahwa akibat dari ketunanetraan mempunyai
pengaruh yang cukup berarti bagi perkembangan kepribadian anak.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbedaan sifat
kepribadian antara anak tunanetra dengan anak awas. Ada kecenderungan anak
tunanetra relatif lebih banyak yang mengalami gangguan kepribadian dicirikan
dengan introversi, neurotik, frustrasi, dan rigiditas (kekakuan) mental. Namun
demikian, di sisi lain terdapat pula hasil-hasil penelitian yang menyatakan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti dalam hal penyesuaian diri antara
anak yang tunanetra dengat anak awas. Dalam hal tes kepribadian ditemukan pula
bahwa tes-tes kepribadian yang sudah standar pun tidak secara khusus
diperuntukkan bagi tunanetra. Situasi kehidupan yang berbeda antara anak
tunanetra dengan anak awas seringkali menimbulkan tafsiran yang berbeda pula
terhadap sesuatu hal yang diajukan.
Mengenai peran konsep diri
dalam penyesuaian terhadap lingkungannya. Davis (Kirtley, 1975) menyatakan
bahwa dalam proses perkembangan awal, diferensiasi konsep diri merupakan
sesuatu yang sangat sulit untuk dicapai. Untuk
memasuki lingkungan baru, seorang anak tunanetra harus dibantu oleh ibu atau orang tuanya melalui proses komunikasi
verbal, memberikan semangat, dan memberikan gambaran lingkungan tersebut
sejelas-jelasnya seperti anak tunanetra mengenal tubuhnya sendiri.
Hasil penelitian lain juga menunjukkan anak-anak tunanetra yang tergolong setengah melihat memiliki kesulitan yang lebih besar dalam menemukan konsep diri dibanding anak yang buta total. Kesulitan
tersebut terjadi karena mereka sering mengalami konflik identitas di mana suatu
saat ia oleh lingkungannya
disebut anak awas tetapi pada saat yang lain disebut
sebagai anak buta atau tunanetra.
Bahkan
seringkali ditemukan anak-anak tunanetra golongan ini
mengalami krisis identitas yang berkepanjangan. Konsep diri
adalah salah
satu
determinan
dari
perilaku
pribadi, dengan demikian ketidakpastian konsep diri anak tunanetra akan
memunculkan masalah-masalah
penyesuaian seperti dalam masa!ah seksual,
hubungan pribadi, mobilitas, dan kebebasan. Ada kecenderungan pula bahwa
anak-anak tunanetra setelah lahir akan lebih sulit menyesuaikan diri
dibandingkan dengan
tunanetra
sejak lahir.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Blank (1957) tentang pengaruh faktor
ketidaksadaran terhadap perilaku anak tunanetra pada akhirnya berkesimpulan
bahwa dalam pandangan psikoanalisis, keberadaan mata memiliki signifikansi
dengan organ seksual dan kebutaan dengan pengkebirian (castration). Selanjutnya
dijelaskan pula bahwa masalah-masalah emosional dan tingkah laku yang dihadapi
anak tunanetra terjadi karena sebab-sebab yang sama dengan yang terjadi pada anak normal seperti
gangguan relasi antara orang tua dengan anak pada masa kanak-kanak, gangguan
organis dalam sistem syaraf pusat, faktor konstitusi tubuh, serta faktor-faktor
ekonomis, pendidikan, medis, dan tenaga profesional lain yang diperlukan anak
tunanetra dan keluarganya.
Bagi anak
tunanetra, reaksi terhadap kebutaan juga diperlukan dalam pembentukan pola-pola tingkah laku
selanjutnya. Bila kebutaan tersebut terjadi pada saat ego mulai berkembang,
maka pengalaman traumatik tidak akan dapat
dihindarinya. Anak akan mengalami shock dan kemudian depresi karena pada saat
itu dalam diri anak mulai muncul kesadaran akan dirinya secara luas.
Berdasarkan pengamatan sehari-hari diketahui bahwa anak tuna juga sering
menunjukkan karakteristik perilaku tersendiri yang berbeda dengan orang normal.
Perilaku khusus tersebut muncul sebagai kompensasi dari ketunanetraannya.
Menurut Adler, seseorang berkembang karena perasaan rendah diri (inferior) dan
perasaan inilah yang mendorong seseorang bertingkahlaku mencapai rasa superior,
sehingga perkembangan itu terjadi. Kompensisi ada'ah salah satu cara untuk
mencapai rasa superior tersebut. Perila-.-perilaku khas dan sifatnya
kompensatoris pada anak tunanetra yang sering dijumpai
terutama pada usia dewasa diantaranya ialah pertahanan diri yang kuat. Anak
tunanetra cenderung bertahan dengan ide atau pendapat yang belum tentu benar
menurut penilaian umum. Di samping itu, Sukini Pradopo (1976)
mengemukakan gambaran sifat anak tunanetra diantaranya adalah ragu-ragu, rendah
diri, dan curiga paa orang lain. Sedangkan Sommer menyatakan bahwa anak tunanetra
cenderung memiliki sifat-sifat yang berlebihan, menghindari kontak sosial,
mempertahankan diri dan menyalahkan orang lain, serta tidak mengakui
kecacatannya.
b.
Perkembangan
kepribadian anak tunarungu
Kepribadian pada dasarnya
merupakan keseluruhan sifat dan sikap pada seseorang yang menentukan cara-cara
yang unik dalam penyesuaiannya dengan lingkungan. Oleh karena itu banyak ahli
berpendapat perlu diperhatikannya masalah penyesuaian seseorang agar kita
mengetahui bagaimana kepribadiannya. Demikian pula anak
tunarungu, untuk mengetahui keadaan kepribadiannya, perlu kita perhatikan
bagaimana penyesuaian diri mereka.
Perkembangan kepribadian banyak ditentukan oleh hubungan antara anak dan
orang tua terutama ibunya. Lebih-lebih pada masa awal perkembangannya.
Perkembangan kepribadian terjadi dalam pergaulan atau perluasan pengalaman pada
umumnya dan diarahkan pada faktor anak sendiri. Pertemuan
antara faktor-faktor dalam diri anak tunarungu, yaitu ketidakmampuan menerima rangsang pendengaran, kemiskinan berbahasa, ketidaktetapan
emosi, dan keterbatasan inteligensi dihubungkan dengan sikap lingkungan
terhadapnya menghambat perkembangan kepribadiannya.
c.
Perkembangan
kepribadian anak tunagrahita
Perkembangan dorongan (drive) dan emosi berkaitan
dengan derajat ketunagrahitaan seorang anak. Anak tunagrahita berat tidak dapat
menunjukan dorongan pemeliharaan dirinya sendiri. Mereka tidak
bisa menunjukkam rasa lapar atau haus dan tidak dapat menghindari bahaya. Pada
anak tunagrahita sedang, dorongan berkembang lebih baik tetapi kehidupan
emosinya terbatas pada emosi-emosi yang sederhana.
Pada anak terbelakang ringan, kehidupan emosinya tidak jauh berbeda
dengan anak normal, akan tetapi tidak sekaya anak normal. Anak tunagrahita
dapat memperlihatkan kesedihan tetapi sukar untuk menggambarkan suasana terharu. Mereka bisa mengekspresikan kegembiraan tetapi
sulit mengungkapkan kekaguman.
Kanak-kanak dan
penyesuaian sosial merupakan proses yang saling berkaitan. Kepribadian sosial
mencerminkan cara orang tersebut berinteraksi dengan lingkungan. Sebaliknya, pengalaman-pengalaman penyesuaian diri sangat besar
pengaruhnya terhadap kepribadian.
Dalam kepribadian tercakup susunan fisik, karakter emosi, serta karakteristik
sosial seseorang. Di dalamnya juga tercakup cara-cara memberikan respon
terhadap rangsangan yang datangnya dari dalam maupun bri luar, baik rangsangan fisik maupun rangsangan
sosial. Apakah anak tunagrahita memiliki karakteristik khusus dalam
kepribadiannya ?
Dari penelitian yang dilakukan oleh Mc Iver dengan menggunakan Children’sdren's Personality Questionare ternyata anak-anak tunagrahita mempunyai beberapa kekurangan. Anak
tunagrahita pria memiliki kekurangan berupa tidak matangnya emosi, depresi,
bersikap dingin, menyendiri, tidak dapat dipercaya, impulsif, lancang, dan merusak.
Anak tunagrahita wanita mudah dipengaruhi, kurang tabah, ceroboh, kurang dapat
menahan diri, dan cenderung melanggar ketentuan. Dalam hal lain, anak
tunagrahita sama aengan anak normal. Kekurangan-kekurangan dalam kepribadian
akan berakibat pada proses penyesuaian diri.
Penyesuaian diri merupakan proses psikologis yang terjadi ketika kita
menghadapi berbagai situasi. Seperti anak normal, anak tunagrahita akan menghayati
suatu emosi, jika kebutuhannya terhalangi. Emosi-emosi yang positif adalah
cinta, girang, dan simpatik. Emosi-emosi ini tampak pada anak tunagrahita yang
masih muda terhadap peristiwa-peristiwa yang bersifat kongkret. Jika lingkungan
bersifat positif terhadapnya maka mereka akan lebih mampu menunjukkan emosi-emosi yang positif itu. Emosi-emosi yang negatif adalah perasaan takut, giris, marah, dan benci.
Anak terbelakang yang masih muda akan merasa takut terhadap hal-hal yang
berkenaan dengan hubungan sosial. Dalam tingkah laku sosial, tercakup hal-hal
seperti keterikatan dan ketergantungan, hubungan kesebayaan, self concept, dan tingkah laku moral.
Yang dimaksud dengan tingkah laku keterikatan dan ketergantungan adalah
kontak anak dengan orang dewasa (orang lain). Masalah keterikatan anak dan
ketergantungan anak terbelakang telah diteliti oleh Zigler (1961) dan Steneman
(1962,1969). Seperti halnya anak normal, anak tunagrahita yang masih muda
mula-mula memiliki tingkah laku keterikatan kepada orang tua dan orang dewasa
lainnya. Dengan bertambahnya umur, keterikatan
dialihkan kepada teman sebaya. Ketika anak merasa takut, giris, tegang, dan kehilangan
orang yang menjadi tempat bergantung, kecenderungan ketergantungannya
bertambah. Berbeda dengan anak normal, anak tunagrahita lebih banyak bergantung
pada orang lain, dan kurang terpengaruh oleh bantuan sosial.
Dalam hubungan kesebayaan, seperti halnya anak kecil, anak tunagrahita
menolak anak yang lain. Tetapi setelah bertambah umur mereka mengadakan kontak
dan melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat Kerja sama. Berbeda dengan anak normal, anak tunagrahita jarang diterima,
sering ditolak oleh kelompok, serta jarang menyadari posisi diri dalam
keiompok.
d.
Perkembangan
kepribadian anak tunadaksa
Masalah-masalah
kepribadian yang mendasar pada anak-anak tunadaksa sebenarnya sama dengan
anak-anak yang mempunyai keadaan fisik yang normal. Namun demikian ketunadaksaan
merupakan suatu variabel psikologis yang berarti.
Pada anak-anak tunadaksa
nampak bahwa dalam hubungan sosial mereka berusaha untuk meyakinkan konsep diri
dalam arti fisiknya dan juga berusaha untuk meyakinkan konsep diri yang
disadarinya
Semua aspek pertumbuhan dan perkembangan satu sama lain saling berhubungan
dan memiliki
ketergantungan satu sama lain. Aspek fisik merupakan salah satu dari berbagai
aspek tersebut. Keadaan sosial anak tunadaksa akan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian
individu secara keseluruhan. Kondisi tunadaksa secara berkesinambungan mengubah
dan memodifikasi beberapa atau bahkan mungkin semua dimensi perkembangan dalam
berbagai taraf. Dengan demikian dapat dijelaskan rangkaian reaksi yang dimulai dengan kerusakan fungsi motorik
akan diikuti dengan menurunnya perkembangan kognitif serta timbulnya tekanan emosional yang mengakibatkan kesulitan untuk beradaptasi
dengan lingkungannya.
e.
Perkembangan
kepribadian anak tunalaras
Kepribadian merupakan
suatu struktur yang unik, tidak ada dua individu yang memiliki kepribadian yang
sama. Para ahli mendefinisikan kepribadian sebagai suatu organisasi yang
dinamis pada sistem psikofisis individu yang turut menentukan caranya yang unik
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kepribadian akan mewarnai
peranan dan kedudukan seseorang dalam berbagai kelompok dan akan mempengaruhi
kesadaran sebagai bagian dari kepribadian akan dirinya. Dengan demikian
kepribadian dapat menjadi sebab seseorang berperilaku menyimpang. Manifestasi
kepribadian yang teramati tampak dalam interaksi individu dengan lingkungannya,
dan pada dasarnya interaksi ini sebagai upaya atau bentuk pemenuhan kebutuhan.
Tingkah
laku yang ditampilkan seseorang ini erat sekali kaitannya dengan upaya memenuhi
kebutuhan hidupnya. Sejak lahir setiap individu sudah dibekali dengan berbagai
kebutuhan dasar yang menuntut pemenuhan kebutuhan, dan untuk itu setiap
individu senantiasa berusaha memenuhinya yang
diwujudkan dalam berbagai
lingkungannya. Konflik psikis dapat terjadi apabila terjadi benturan antara
usaha pemenuhan kebutuhan dengan norma sosial.
Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan
dan menyelesaikan konflik, dapat menjadikan stabilitas emosi terganggu.
Selanjutnya mendorong terjadinya perilaku menyimpang dan dapat menimbulkan
frustrasi pada diri individu. Keadaan seperti ini yang berkepanjangan dan tidak
terselesaikan dapat menimbulkan gangguan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan dan kepribadian adalah
sebagai berikut :
1. Pengertian
Perkembangan :
Pengertian
perkembangan menunjuk pada suatu proses kearah yang lebih baik atau sempurna
dan tidak begitu saja dapat di ulang lagi. Perkembangan menunjuk ada perubahan
yang bersifat tetap dan tidak dapat di putar kembali.
2. Pengertian
Kepribadian :
Kepribadian
adalah organisasi-organisasi dinamis dari system-sistem psikofisik dalam
individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik dalam menyesuaikandiri
dengan lingkungannya.
Perkembangan
sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Kemampuan sosial
anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang
dilingkungannya. Faktor lingkungan keluarga merupakan faktor yang paling
mempengaruhi perkembangan sosial anak, semakin bagus tata cara keluarga, maka
perkembangan sosial anak juga semakin bagus.
Perkembangan sosial juga sangat mempengaruhi kepribadian anak, anak yang mempunyai daya intelegensi yang tinggi, perkembangan sosial yang baik pada umumnya memiliki kepribadian yang baik.
Perkembangan sosial juga sangat mempengaruhi kepribadian anak, anak yang mempunyai daya intelegensi yang tinggi, perkembangan sosial yang baik pada umumnya memiliki kepribadian yang baik.
B.
Saran
Adapun
beberapa saran yang dapat kami sampaikan yaitu :
1.
Berikanlah bimbingan juga pengarahan
tambahan atau lebih kepada siswa bila diperlukan untuk mencapai perkembangan
yang maksimal.
2.
Lakukanlah secara continue /
berkesinambungan untuk mengetahui keadaan kepribadian siswa.
3.
Lakukanlah beberapa teknik tes atau
non-tes yang bisa memecahkan masalah yang dihadapi siswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Somantri, T. Sutjihati. (2006). Psikologi Anak Luar Bisasa. Bandung: Refika Aditama.
0 komentar:
Posting Komentar